Letak Postingan

Cerita Nasehat

3 Pendekar

Apakah mereka yang terbelakang dan bodoh merupakan rahmat Tuhan atau sebuah
kecelakaan sejarah? Barangkali, cerita saya ini bisa menjadi salah satu kaca
mata untuk melihat, bahwa ternyata apapun yang diciptakan Tuhan memang menjadi
rahmat bagi dunia.

Saya lahir tahun 78 dan dua tahun kemudian ibu saya meninggal karena suatu
penyakit. Apalah yang dimiliki seorang anak umur 2 tahun ketika ditinggal
ibunya kecuali tangis ketidaktahuan. Ketidaktahuan karena belum bisa berpikir
tetapi telah diberi Tuhan perasaan sepi dan kehilangan.
Di sebelah utara rumah saya, tinggal seorang pemuda idiot. Dia kira-kira
berumur 12 tahun ketika ibu saya meninggal. Selain itu, di sebelahnya tinggal
pula seorang pemuda lain berumur 20-an tahun yang belum pernah bersekolah,
tidak bisa membaca dan bekerja sebagai kusir andong (kereta/bendi). Sementara
di sebelah barat rumah saya, tinggal pemuda yang juga berumur 20-an tahun,
terbelakang, bodoh dan harus keluar dari kelas I SD karena tak bisa mengikuti
pelajaran sedikitpun.

Sebagai anak berumur 2 tahun, tentu saja saya belum begitu mengenal mereka.
Tetapi seiring waktu, saya mulai tahu bahwa merekalah sahabat terbaik dalam
hidup saya. Akal saya yang semakin terasah ketika berumur 5 tahun dan ingatan
yang semakin kuat mematri kenangan saya dengan 3 orang hebat dalam hidup saya
tersebut. Merekalah yang saya sebut sebagai 3 pendekar dalam hidup saya. Tiga
orang yang sama-sama terbelakang, tidak bisa membaca dan sering dianggap "agak
kurang" (bahasa halus untuk sedikit gila) oleh tetangga-tetangga, tenyata
merupakan penyelamat hidup saya.

Pemuda pertama, anak belasan tahun yang saya tahu dipanggil Adek, idiot dan
selalu mengeluarkan air liur dari mulutnya. Karena tak pernah memiliki teman
bermain, saya lah yang selalu dipandangnya dari jendela rumah. Ketika semua
orang mengusir dan anak-anak lain takut untuk mendekat, dia mencoba mengenal
saya. Dialah yang kemudian merawat saya, karena ketiadaan ibu dan ayah yang
terlalu jarang di rumah. Anak idiot itulah yang mengajari saya bermain,
membuatkan wayang suket, mencari kodok di sawah, berendam di kali atau menonton
karnaval 17 Agustus yang tiap tahun diadakan di kota kecamatan.

Pemuda dua puluhan tahun yang menjadi kusir andong tadi bernama Gandul.
Keterbelakangannya justru menjadi sumber kebaikan hati. Setiap hari, begitu
pulang dari bekerja, dia selalu menyisihkan uang Rp 50-100 di bawah jok
andongnya. Uang itu khusus disediakan untuk saya, anak SD yang tak pernah lagi
menerima uang saku dari ayahnya. Selama bertahun-tahun, Gandul melakukan itu
karena tahu bahwa saya tak pernah bisa jajan jika dia lupa menyisihkan. Dia
juga yang mengajak saya jalan-jalan, menjadi kernet andong atau bersuka dengan
kudanya.

Pemuda ketiga bernama Darsio, karena tak juga bisa melakukan apa yang dilakukan
kawan-kawannya, dia dikeluarkan dari sekolah. Mulai itulah dia mendekati saya,
mengajak saya bermain di kebunnya yang luas. Mencarikan buah apapun yang saya
inginkan. Jika saya lagi kepingin pisang, dia akan mencarinya. Begitu pula
ketika saya minta kelapa muda di satu siang yang panas, dia akan mengajak saya
ke kebun dan memetikkan beberapa. Darsio mengajari saya berenang, kadang
berpetualang seharian ke tempat-tempat yang jauh, berjalan kaki dan melatih
keberanian saya. Karena sebelumnya saya memang terlalu penakut dan mudah
menangis. Agar tubuh saya kuat, dia juga memberi segelas susu kedelai dari
pabrik tahu milik orang tuanya hampir setiap hari.

Ketiga orang itu, 3 pendekar yang mengisi hidup masa kecil saya. Menemani
dengan tulus sehingga kini saya bisa berpikir bahwa Tuhan memang mengambil ibu
saya, tetapi Dia mengirimkan 3 orang hebat dalam hidup saya. Ketiganya
terbelakang, tidak sekolah, tak bisa membaca, bahkan dua diantaranya sampai
kini tak punya istri. Tetapi merekalah yang mengajari saya banyak hal, menemani
tahun-tahun sepi, membantu saya siap untuk mandiri.

Kini saya 24 tahun dan akan segera menyelesaikan kuliah. Karena pengalaman
hidup itulah saya bisa bertahan hingga sekarang, merantau, mandiri, dan
memiliki pandangan positif terhadap makluk ciptaan Tuhan seperti apapun adanya.
Untunglah saya dibesarkan oleh 3 orang idiot dan bukannya 3 orang profesor, 3
orang kaya, atau 3 bisnisman. Sehingga saya bisa memaknai hubungan antar
manusia, bukan karena kapasitas intelektual, uang atau kesuksesan. Bagi saya,
ketulusan untuk memberi dan sikap menjadi manusia seutuhnya itu lebih penting.
Berkah dari 3 pendekar hebat, dan karena itulah saya selalu beranggapan,
seperti apapun kondisinya, hidup kita diciptakan Tuhan sangat indah. Kalau mata
kita memandangnya dengan indah pula.

Aku dan Rabbku


eramuslim - ";Basahilah lidahmu dengan dzikir" duh.. sudah berapa kali saya
denger hadist ini tapi !;waktu yang digunakan untuk berdzikir masih sedikit,
padahal Allah berfirman ";AKu bersama hamba-Ku ketika dia mengingat-Ku". Allahu
Akbar. Luar biasa, mencoba untuk melakukan variasi dalam berdzikir kenapa tidak
? La illahaillallah adalah sebaik2 dzikir !;wueshh pikiranpun mulai menerawang
balasan apa yang akan Allah kasih jika saya mengucapkan Laillahailallah 1x
apakah senilai uang 1 juta,10 juta atau 100 juta, lebih, pasti lebih dari itu di
hadapan Rabbul Izzati. Subahannallah. Rugiii!;..berapa sudah waktu yag hilang,
uang yang hilang, istana yang tertunda di surga nanti ';
InnaLillahiwainaillaihi'irojiun. Ga papa kan berdagang dengan Allah.

Imam Al Ghazali dalam risalahnya Al Asma Al Husna menuliskan kecintaan kepada
Allah bisa ditingkatkan dengan tiga cara ; (i) mengingatnya (ii) mempercayainya
(iii) mempertahankannya. Begitu pula Pak Ary Ginanjar dalam bukunya ";Rahasia
membangun kecerdasan Emosional dan Spiritual" beliau menulis bahwa seorang hamba
bisa menjadi manusia yang luar biasa jika mau meneladani sifat-sifat Allah
dengan cara mengingat-ingatnya dan meneladani sifat-sifat-Nya.

Sesungguhnya antara hamba dengan Rabbnya ada 2 panghalang ; (i) ilmu dan (ii)
ego (Aku). Perasaan jenuh, bosen, mandek atau tidak ada peningkatan terkadang
datang pula, tapi ingat pesan ";yang mencari akan menemukan" ada secercah harapan
untuk mencari lagi, baik itu dari buku, artikel baik itu di majalah atau di
internet, seminar , maupun taklim - apa saja. Alhamdulillah masih ada rasa haus
yang belum terpuaskan dengan minuman yang standard. Mencoba untuk flash back ke
zaman para sahabat yang memiliki tingkat keimanan yang mempesona dan berdecak
kagum setiap kali membaca kisahnya, sudah tentu pengetahuan mereka tentang
surga, neraka, negri akhirat dan segala sesuatu yang terjadi didalamnya berbeda
dengan pengetahuan saya dan itu mungkin yang membuat tingkat keimanan saya
seolah tak bergerak. Ego, Aku ";barang siapa yang mengenal dirinya maka dia akan
mengenal Tuhannya dan barang siapa yang mengenal dirinya maka tidak ada waktu
untuk mencari kesalahan orang lain". Ada perasaan aneh menghampiri ketika
mencoba berlama-lama bercermin. sudah berapa jauh saya mengenal diri saya dengan
baik dan sudah berapa lama saya menyadari begitu sangat rentannya melakukan
kesalahan setiap detik.

Menjadi milik-Nya bukan sebaliknya menjadikan Allah sebagai milik saya dan
mengikuti semua keinginaan saya '; Naudzubillahiminzalik, kebodohan apalagi yang
saya lakukan berlarut-larut. STOP. ";Ya Rabb biarkan aku menjadi milik-Mu
selamanya!;menyatu bersama-Mu, biarkan jiwa ini terbakar oleh
cahaya-Mu..cinta-Mu".

Teringat kembali firman Allah SWT ";Sesungguhnya Aku mengikuti perasaan hamba-Ku
terhadap-Ku" kenapa tidak saya coba untuk mengatakan ke diri saya sendiri dengan
menggunakan 3 metode dari imam Al Ghazali diatas : ";saya selalu bersamaMu ya
Allah" ( bukannya saya ingin bersamaMu), ";saya selalu mencintaiMu ya Rabb"
(bukannya saya ingin mencintai-Mu), ";saya selalu merindukan-Mu ya Tuhanku". Ada
perasaan puas yang mengalir, seolah-olah sesuatu yang sudah tercapai dan tinggal
menikmati saja perjalanan hidup bersama Al Malik, Al Aziz. Perasaan tenang,
aman, damai, bahagia yang selama ini dicaripun mulai rajin menjenguk orang
pesakitan seperti saya.

WaLlahua'lam bi shawab.

Aku Ingin...

eramuslim - Kupandangi wajah anakku Zahra yang berusia 6 tahun. Ah dia memang
putih dan cantik. Dia tidur dengan pulasnya malam ini. Kubelai rambutnya dan
kucium pipinya lembut.

Aku senang memandangi putriku. Aku senang mendengar suaranya. Aku senang
melihatnya berlari. Tanpa sadar mataku menatap foto dirinya yang terpanjang di
sisi tempat tidurnya. Foto ketika dirinya belum lagi satu tahun, sedang
tengkurap dengan kepala tegak. Foto itu memang sengaja kupasang untuk mengenang
masa-masa bayi putriku, Zahra.

Kerinduanku pada bayilah yang akhirnya membuat aku memasang foto bayi Zahra..
Rindu untuk menggendong, memeluk seorang bayi. Seorang bayi adalah penyejuk mata
orang tuanya menurutku. Ya, aku ingin mempunyai anak lagi.

Suatu hari aku pergi berkumpul dengan teman-temanku. Diantaranya ada temanku
Fitri yang mempunyai 4 orang anak, semuanya perempuan dan temanku yang lain,
Ira, mempunyai 2 orang anak, semuanya laki-laki. Kami mengobrol bersama. Fitri
ingin punya anak laki-laki dan Ira ingin punya anak perempuan. Tapi akhirnya
kami tersadar, diantara kami ada yang belum dikaruniai anak di dalam sekian
tahun pernikahan mereka. Ternyata masih ada yang berada di bawah diri kita.
Begitulah manusia, selalu penuh dengan keinginan-keinginan terhadap perhiasan
kehidupan dunia. Keinginan-keinginan itu jika selalu diperturutkan, hanya akan
memuaskan diri kita sesaat saja sebelum akhirnya muncul keinginan-keinginan baru
yang lain. Keinginan-keinginan itu baru akan hilang seiring dengan menghilangnya
kita dari dunia ini.

Seorang istri sudah memasakkan ikan goreng kesukaan suami tercinta, sang suami
masih minta dibuatkan sambal pedas sebagai teman makan ikan goreng.
Seorang istri sudah dibelikan tas cantik oleh suami tercinta, begitu melihat tas
kawannya yang tampak serasi betul dengan baju kawannya itu, maka sang istri pun
menuntut pada sang suami minta dibelikan tas yang seperti punya kawannya itu.
Seorang anak sudah dibelikan kue kesukaannya, setelah melihat roti yang
terpajang di supermarket, jadi ingin roti itu.

Seorang ibu di rumahnya sudah punya persediaan sayur mayur dan lauk pauk di
rumah, setelah melihat-lihat buku masak, jadi kepingin makan asinan yang bahan
bakunya sama sekali tidak ada di rumah.

Seorang dosen belum lama membeli laptop terbaru, begitu melihat temannya punya
laptop dengan model yang lebih baru lagi, sang dosen langsung ingin membeli juga
laptop dengan model yang sama atau bahkan yang lebih canggih.

"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik
untuk menjadi harapan." (QS. Al Kahfi : 46)

Ada kisah tentang seorang muslim kaya di Madinah bernama Hafash bin Ali Aash
yang berkunjung ke rumah Khalifah Umar. Saat makan siang tiba, dihidangkanlah
daging kering yang tebal dan keras. Hafash terkejut melihat makanan Khalifah
Umar. Dengan sopan ia mohon pamit untuk makan siang di rumahnya saja. Di rumah
Hafash, pelayan-pelayannya selalu menghidang makanan-makanan terbaik yang
lezat-lezat. Lalu apa jawaban Khalifah Umar setelah melihat keengganan Hafash
memakan makanan yang terhidang di rumah Khalifah Umar?

Beliau berkata, "Semua kesenangan-kesenangan dunia itu aku tinggalkan untuk
menghadapi hari dimana aku tidak memerlukan itu semua, yaitu hari ketika aku
harus menghadap Allah. Aku mengetahui firman Allah,

"Ketahuilah sesungguhnya
kehidupan di dunia adalah permainan dan hiburan. Berbangga-bangga antara kamu
yang berlomba banyak harta dan anak. Seperti hujan membuat tanaman-tanaman yang
mengagumkan petani. Kemudian, tanaman itu kering dan kamu lihat warnanya kuning
dan akhirnya layu. Di akhirat ada azab yang keras, ada pula ampunan dari Allah
serta keridlaan-Nya. Kehidupan di dunia hanyalah kesenangan yang menipu." (QS Al
Hadiid : 20)

Wallahu`alam